September 28, 2008

Mengapa Kita Merasa Lapar ?


Bagi kebanyakan orang, lapar merupakan sekumpulan rasa yang sering terpusat pada perut. Hal itu kemungkinan dihubungkan dengan kontraksi yang terjadi pada perut atau usus. Dan digambarkan sebagai “kekosongan”.

Lapar Secara Teoritis

Menurut sejarah, berbagai teori tentang rasa lapar dibicarakan berdasarkan komponen biologi. Cannon dan Washburn mengemukakan teori kontraksi perut yang menyatakan bahwa rasa lapar diketahui dengan adanya kontraksi perut.

Dalam percobaan balon yang sangat terkenal, Washburn melatih dirinya sendiri untuk menelan sebuah balon yang dihubungkan dengan suatu pipa, lantas balon tersebut dipompakan ke dalam perutnya. Ketika balon telah menggembung, dia tidak merasa lapar.

Teori ini terbantahkan dengan adanya kenyataan bahwa orang yang lambungnya telah diangkat, ternyata masaih merasa lapar. Kemudian, muncul teori gula darah yang menyatakan bahwa manusia merasa lapar ketika tingkat gula dalam darah menjadi rendah.



Bash melakukan percobaan mentranfusi darah dari anjing kenyang ke anjing lapar. Transfusi itu menyebabkan kontraksi lambung anjing lapar berhenti, sehingga hal ini mendukung teori gula darah. Namun, LeMagnen mengemukakan bahwa tingkat gula darah dalam darah tidaklah berubah banyak dalam keadaan normal.

Adapun teori insulin menyatakan bahwa rasa lapar terjadi pada saat tingkat insulin dalam tubuh tiba-tiba naik. Namun, teori seperti ini sepertinya menunjukkan bahwa kita harus makan untuk meningkatkan tingkat insulin tubuh agar merasa lapar. Lain lagi teori asam lemak yang menyebutkan bahwa tubuh punya reseptor yang mencium adanya kenaikan tingkat asam lemak. Kegiatan reseptor karena adanya perubahan asam lemak inilah yang memicu rasa lapar.

Teori produksi panas yang dikemukakan oleh Brobeck menyatakan bahwa manusia lapar saat suhu badannya turun, dan ketika naik lagi, rasa lapar berkurang. Inilah salah satu yang bisa menerangkan mengapa kita cenderung lebih banyak makan di waktu musim hujan/dingin.

Aspek Psikologis

Rasa lapar tidak dapat sepenuhnya hanya dijelaskan melalui komponen biologis. Sebagai manusia, kita tidak dapat mengesampingkan bagian prikologis kita, komponen belajar dan kognitif (pengetahuan) dari lapar. Tak seperti makhluk lainnya, manusia menggunakan jam dalam rutinitas kesehariannya, termasuk saat tidur dan makan. Penanda waktu ini juga memicu rasa lapar.

Bau, rasa, dan tekstur makanan juga memicu rasa lapar. Warna makanan juga memperngaruhi rasa lapar. Banyak orang makan berdasarkan pengetahuan tentang makanan yang baik bagi mereka. Contohnya, makanan yang rendah lemak, kalori, gula, dan garam dikatakan baik. Akhirnya, manusia belajar untuk mengubah kesukaannya dan hanya ingin memakan makanan yang baik.

Rasa Kenyang

Mekanisme lapar dan kenyang tidak sepenuhnya sama. Terdapat dua mekanisme rasa kenyang. Yang pertama di tingkat otak, sedangkan yang kedua di tingkat saluran lambung (gastrointestinal). Di dalam otak terdapat dua tempat di hypothalamus yang mengatur lapar dan makan.

Nukleus-nukleus ventromedial memberi tanda kapan berhenti makan, sedangkan hypothalamus lateral memberi tanda kapan mulai makan. Di tingkat otak, kita merasa kenyang kerena fungsi-fungsi nukleus-nukleus ventromedial. Sebaliknya, pada tingkat saluran pencernaan, Koopmans (1989) menyatakan bahwa rasa kenyang berasal dari perut, yang mengatur aktivitas makan dalam jangka pendek.

Rasa lapar juga ditentukan secara kognitif. Dalam ruang antara dua batas tersebut, manusia mengatur seberapa banyak porsi makanan yang harus dimakannya. Jika seseorang mengatur batas kenyang kognitifnya terlalu rendah (seperti diet) daripada yang ditentukan secara biologis, tubuh akan berusaha mencari konpensasi asupan makanan untuk memenuhi batas biologis tersebut dengan cara memicu rasa lapar.


Antara Tubuh dan Pikiran

Lapar merupakan suatu motivasi primer. Walaupun sangat dipercaya bahwa lapar disebabkan secara biologis, motivasinya tidak hanya diatur secara fisiologis, aspek psikologis juga terlibat.

Ada dua macam lapar, yaitu secara fisiologis dan secara psikologis. Makanan tidak hanya memberi rasa kenyang pada tubuh secara fisiologis, namun juga memberi makanan otak untuk kenyang secara psikologis. Dengan demikian, rasa lapar bukanlah semata-mata bagaimana tubuh berubah secara fisiologis, namun lebih merupakan bagaimana tubuh dan pikiran diberi makan bersama-sama secara baik.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

nice blog :)