Anda termasuk jenis orang yang hobi memandang langit seperti saya? Jika iya, pernahkah sesekali terlintas di benak Anda, kenapa langit berwarna biru?
Tahukah Anda, sebenarnya langit tidaklah berwarna biru, melainkan terdiri dari warna yang berbeda-beda. Kadang abu-abu atau hitam (contoh langit malam), kadang merah atau emas (langit senja dan kala sunrise tentunya), tak jarang pula berwarna putih atau biru mengilat.
Ternyata langit berwarna-warni juga ya. Nah pertanyaannya kemudian adalah kok bisa ya?
Langit berwarna hitam tentunya karena tidak ada matahari yang bersinar di malam hari. Sementara langit yang berwarna abu-abu menunjukkan terdapat banyak partikel debu sebagai akibat dari gas-gas kotor di udara. Contohnya, di kota-kota besar dan daerah pabrik (~jadi ingat kisah kupu-kupu abu-abu dan berwarna cerah waktu pelajaran biologi SMP dulu~).
Jika dilihat lagi, ternyata warna-warna langit ini sangat erat kaitannya dengan kedudukan bumi terhadap matahari serta tingkat kebersihan dan polusi udara di suatu tempat. Selain kedua faktor tersebut, ada satu faktor utama lagi yang menyebabkan warna-warni matahari in, yaitu sifat cahaya tampak. Ingat percobaan cahaya putih yang dilewatkan ke prisma kan? setelah dilewatkan oleh prisma cahaya tersebut terurai menjadi 7 warna: mejikuhibiniu. Ini salah satu percobaan yang bisa dilakukan untuk mengamati cahaya tampak. Nah, sama halnya dengan percobaan prisma ini, cahaya putih yang dipancarkan oleh matahari juga terdiri dari ketujuh warna tersebut. Mulai dari ungu yang memiliki panjang gelombang terpendek hingga cahaya merah dengan panjang gelombang terpanjang. Untuk lebih detail, kedudukan warna-warna ini terhadap panjang gelombang dan tingkat energinya dapat dilihat digambar spektrum cahaya berikut.
Gambar 1. Percobaan Cahaya Tampak
Gambar 2. Spektrum Energi dan Cahaya Tampak
O iya, dalam fisika energi E dapat didefisinikan sebagai kostantaPlanck h dikalikan dengan frekuensi. Jika dari gambar di atas kita dapat menyimpulkan bahwa panjang gelombang lambda berbanding terbalik dengan frekuensi v, maka energi akan besar jika panjang gelombang mengecil. Mmm, berarti cahaya ungu atau biru memiliki energi yang lebih besar dibandingkan cahaya merah. Nah, makanya kita mengenal istilah Si Api Biru. Api yang berwarna biru jauh lebih ‘tajam’ dari pada api yang berwarna merah. Aha.
Kembali lagi ke permasalahan matahari. Untuk sampai ke Bumi, cahaya putih matahari haruslah melewati atmosfer atau lapisan udara disekeliling Bumi. Atmosfer merupakan sederetan gas (seperti Oksigen, Nitrogen, dan Karbondioksida yang dibutuhkan terutama dalam proses pernapasan makhluk hidup), partikel air, serta debu. Cahaya putih matahari melewati campuran ini (~ingat percobaaan senter yang dipancarkan ke sebuah gelas berisi air keruh~) dengan lintasan yang berbeda-beda. Akibat tumbukan antara partikel cahaya (foton) dan partikel penyusun campuran udara di atmosfer inilah kita melihat langit dalam aneka warna tadi. Cahaya yang terurai akan mengalami pengurangan energi akibat proses tumbukan dengan partikel dan mempengaruhi kekuatan pancaran cahaya sampai di Bumi.
Menurut Lord John William Rayleigh, langit biru disebabkan karena cahaya biru dan hijaulah yang paling kuat dipancarkan oleh matahari. Warna biru ini kemudian tertangkap oleh mata kita, sehingga kita mengatakan langit tersebut biru. Begitu pula halnya pada senja hari. Langit cenderung berwarna merah karena cahaya merah dengan panjang gelombang terpanjanglah yang mampu menempuh perjalanan Matahari-Bumi.
Bagaimana sih cara mengukur panjang gelombang ini? Sederhana saja. Panjang gelombang dapat diukur dengan mengalikan jarak tempuh dengan 2. Lho, berarti panjang gelombang ini, jarak bolak-balik sebuah gelombang menempuh jarak tertentu donk?
Wah, ternyata fisika itu menyenangkan ya? Don’t u think so?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar